Rabu, 12 Februari 2014

Yang Tersimpan di Radio Tua




Saya menemukan radio tua ini terjepit barang-barang kuno di lemari reot. Ada aroma apak yang membuat saya terbatuk dan remah-remah teter menelusup ke celah-celahnya, ketika mulai  membuka bab-bab kenangan pada radio ini.

Masih tajam dalam ingatan saya, ada aroma nangka yang membersamai kedatangannya, wangi opor sayap ayam dengan kuah kekuningan dan dua setel baju baru bermotif polkadot. Nenek menyerahkan pada saya. Katanya, “Ini titipan bapakmu.” Saya…masih kelas tiga SD waktu itu, bapak kerja di kota dan yang sering pulang ya titipan-titipan yang dialamatkan ke rumah nenek.

Sejak saat itu, radio ini menjadi soundtrack dalam keluarga kami. Saat mengangkat alu untuk menghancurkan jagung dan singkong di lumpang. Ketika  menyelesaikan berbagai pekerjaan ladang (dari menanam, panen, cari rumput dan kayu bakar). Menjadi teman belajar, bahkan ada berita ekonomi  setiap jam delapan malam yang kami dengarkan bersama-sama.

Tentu saja ada yang lebih dari itu. Saya kecanduan sandiwara radio! Mulai dari Nini Pelet, Mak Rompang, Tutur Tinular, Mahkota Mayangkara, Balada Ranjang Misteri, Lilin-Liling di Depan, Tirai Malam, Babad Tanah Lelulur, Juminten, sampai sandiwara bahasa Jawa, Misteri Pecut Abang. Dan…aduuh beberapa lupa judulnya. Ohya, sama kisah-kisah Sanggar Cerita di hari Minggu. Dan Ludruk dari RRI.

Saya punya tokoh-tokoh favorit. Ayu Wandira yang punya boneka kayu cendana di Mahkota Mayangkara. Wulan di Mak Rompang. Nilam Cahya di Nini Pelet. Juga Randu Kalasan. Saya membayangkan menguasai ilmu bela diri, punya kuda kuat yang bisa membawa kemana saja, dan punya aji-aji untuk menghilang kalau teman  membully saya.

Acara lomba karaoke di Radio Duta Nusantara juga sering  saya tunggu-tunggu. Biasanya setiap sore menjelang berbuka di bulan Ramadhan. Apalagi ada kakak kelas dari sekolah saya yang langganan ikut dan sering juara.

Musik Teman Belajar dan pembacaan kartu atensi di Radio Gema Surya juga salah satu acara yang saya tunggu-tunggu. Siapa tahu ada atensi yang salamnya ditujukan pada saya bersama lagu dan ucapan selamat belajar. Ahahaha. 

Daan, ternyata pas kelas 3 MTs, saya juga ikut-ikutan kirim di acara Pantaria. Pantun Duta Pantun Ceria. Pembacaan Pantun kiriman dari pendengar. Saya memakai nama udara Elsari (kwkwkw singkatan dari nama saya ceritanya). 

Di Pantaria ini terjalin persahabatan udara bersama pendengar dari daerah lain. Ada Eka Mayang Sari, Reni Re, Trio Pikasara, Jala Langit, Ogut, Inohong, Sekar Kenanga, Putra Kelana dan masih banyak lagi.
Biasanya sih, deg-degan banget nunggu pantun dibacakan, juga seneeeng banget kalau ada yang ngirimi pantun. Oh ya ampun. :D

Maka, memegang kembali radio itu, saya tertegun lama. Radio itu masih sama. Mungkin memang telah tua. Catnya mengelupas. Bunyinya sudah tidak ada. Talinya putus dan di dalamnya ada sarang laba-laba.Saya meletakkan di dingklik kayu yang usianya lebih tua dari radio itu, dan mengambil gambarnya. 

Ketika saya menyimpan kembali ke tempatnya, saya dengar bapak dan mamak berbincang. Lalu, begitu saja kami saling cerita tentang masa-masa yang kami lewati bersama radio itu.

Apa namanya, kenangan yang diucapkan bersama orang yang sama dalam kenangan itu? Barangkali itulah yang dinamakan bertukar kenangan. Kita sama-sama mengalami, dan kita bersama-sama menceritakan kembali. 

Barangkali di antara teman-teman yang membaca catatan ini, ada yang pernah berpapasan atau bersilangan salam di udara? :)



9 komentar:

  1. aku pernah ngirim atensi.. (arek biyen ngarani atensi) tukune 500 repes satu lembar atensi, dibacakan pas acara. Seneng nek dibacakan. Karena radio lokal kalo sms sing untung lak providernya makanya atensinya dibuat dari kertas.... hihih lucuuuu

    BalasHapus
    Balasan
    1. IYa, iya antensi. Ada tulisan pengirim, untuk siapa, lagunya apa, ucapannya apa :)
      Ya seneng kalau dibaca meski kadang gak semua lagu dipenuhi :)

      Hapus
  2. Sepertinya radio itu sudah menjadi saksi keluarga. Oh iya, maaf OOT. Daftar buku yg di sebelah kanan itu tulisan kamu ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, awet radionya meski sering jatuh.
      O iya itu buku tulisan saya.
      Makasih sudah mampir. :)

      Hapus
  3. merinding bacanya..dulu sehabis bakda isa saya membantu tetangga yang bikin tempe. Kalau jam 10-an dengerin sandiwara Kartinah Gadis Kota atau Kaca Benggala

    BalasHapus
  4. Bapakku masih punya radio seperti itu Mbak. Dan jadi teman setianya setiap siang & malam saat beliau istirahat.
    Walau sudah dibelikan yg baru dgn merk lain, tetep yg lama yg persis foto ini yg dipakai.

    BalasHapus
  5. Kok ada radio gen Surya,dan duta Nusantara,,berarti dr Ponorogo ya mbak?

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...