Selasa, 15 Oktober 2019

Grave of the Fireflies


Beberapa waktu lalu, saya sedang berpikir ingin menonton film, tetapi karena ngga tahu mesti nonton apa akhirnya memilih tidur.

Keesokan harinya, sebuah pesan saya terima, berisi link film.

"Ada berapa kebetulan di dunia ini?" saya membalas pesan berisi link itu dengan pertanyaan.

"Katamu ngga ada yang kebetulan."

"Ya...."

Percakapan itu tidak berlanjut.
Saya memutar hingga menit ke tiga puluh lima, kemudian fokus pada revisi naskah.

Saya bilang pada diri sendiri, nanti akan nonton kalau kerjaan sudah beres. Pura-puranya sebagai perayaan biar seperti penulis beneran 😄

Dan barusan saya selesai nonton.
Ini film tua. Grave of the Fireflies , judulnya, film animasi Jepang tahun 1988.

Adegan dibuka di sebuah stasiun dengan suara Seita, "Malam itu..." dan cerita bergulir ke belakang.
Mula-mula tentang seorang remaja dengan pakaian compang camping yang mendekap kaleng permen.
Kemudian dua bersaudara yang menumpang kereta malam. Di sinilah potongan-potongan cerita itu mencakar perasaan.

Adalah Seita dan Setsuka kakak adik di tengah kecamuk perang. Ibunya terkena serangan udara, menderita luka bakar dan tak terselamatkan.
Ayahnya seorang angkatan laut, sedang berperang dan tak pernah membalas surat-suratnya. Kelak mereka akan tahu sebabnya.


Kehidupan yang keras, membawa Seita dan adiknya ke sebuah gua di punggung bukit. Gua itu menghadap danau. Di sanalah mereka tinggal dengan penerangan kunang-kunang. Saya terharu sekali adegan menangkap kunang-kunang ini. 😭


Semulanya semua berjalan lancar. Hingga akhirnya mereka kehabisan perbekalan. Ditambah Setsuka yang masih kecil, kekurangan asupan, kutuan, rambut rontok, menderita diare dan gatal-gatal kudisan.



Seita melakukan segala cara, bahkan harus menerima cambuk petani dan dibawa ke kantor polisi karena mencuri ubi.
Makanan tak didapat. Dia pulang dengan babak belur disambut adiknya yang pucat dan gemetar memanggilnya.

"Kakak jangan tinggalkan aku lagi...."

Tetapi Setsuka memerlukan asupan, mau tak mau Seita harus meninggalkan adiknya sendiri dalam gua.



Ketika Seita pulang, dia menemukan adiknya terbaring sambil mengunyah kelereng yang dibayangkan sebagai permen. Adiknya juga membuat bulatan dari tanah yang disebut nasi. Saking lapar dan demam membuat berhalusinasi.

"Setsuka. Aku membawa semangka, kali ini bukan curian," ucap Seita sambil menyuapi sepotong.
"Enak sekali...."
Dan... adegan selanjutnya membuat meleleh.

Ini film satu jam tiga puluh menit yang mengaduk perasaan, dan seolah menggantungkan beriris-iris bawang di bulu mata.

Terima kasih untuk yang telah mengirim link film ini. Ada film bagus lagi nggak? 😄

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...