Kamis, 22 September 2011

Hati Memilih


Open your heart to unexpected love

Seperti air mengalir, cinta pun mengalir menuju muaranya: Keikhlasan.

Pernahkah kau berpikir kenapa cinta datang padamu? pernahkah kau bisa menduga kapan cinta datang, dari mana, dan bagaimana caranya? Cinta tak pernah kulonuwun, permisi, ngetuk pintu, atau salam apapun. Cinta datang tak memandang cuaca, sejuk,  terik, kabut atau bahkan hujan badai sekalipun.

Kita juga tak mampu memilih cinta mana yang hadir dalam perjalanan hidup  kita. Kita tak bisa memilih –dalam paket yang Dia kirim-- cinta yang mengajak kita melewati jalan tol yang mulus, jalan terjal yang bergenang luka atau jalan-jalan dengan tikungan yang tajam.

Namun katanya, cinta tak pernah mengajarkan kita menjadi lemah. Katanya lagi cinta tak melulu pengertian, pengorbanan, tapi juga kesepakatan? Ah bukan, tapi keikhlasan.

“Aku mencintaimu, tapi aku tidak akan memaksamu menumbuhkan rasa yang sama di hatimu.”
“Bukankah cinta tak harus memiliki? Cinta itu bahagia melihat yang kita cintai bahagia.”
“Karena cinta itu menguatkanmu. Jika dia melemahkanmu, maka periksa lagi status cintamu.”

 Hati Memilih!
Adalah  Finalis Lomba 100% Roman Indonesia Gagas Media. Ada perasaan lain saat menimang novel yang tampilannya ternyata lebih manis dari versi elektriknya (istilah bang Arham Kendari). Hijau lembut dengan sinar matahari pagi yang menghangatkan.

Jujur, saya sibuk menerka-nerka bagaimana rasanya racikan mbak Riawani Elyta kali ini. Saya telah tertahan di Bread Time saat bertemu dengan Tarapuccino yang efeknya masih saya rasakan dalam jangka waktu yang lama. Ya, ada nuansa yang tertinggal dan membekas.

Maka, sambil membaca sinopsis, membaca ucapan terimakasih dan bubuhan puisi yang ditulis oleh penulisnya yang –mungkin—khusus untuk saya? (hehehe) saya bertanya, apakah akan saya temui efek yang sama?

Mbak Riawani mengenalkan saya pada Icha, sosok yang digambarkan secara manusiawi---bukan malaikat---yang tanpa bisa diminta atau ditolak masuk dalam rangkaian kehidupan keluarga paman Fuad dan bibi Salma yang seperti sinetron yang tak ada selingan iklan.

Bahkan, ketika Icha memutuskan untuk melangkahkah kaki keluar dari apartemen mewah mereka, bukan berarti dia mendapati kehidupan yang dia inginkan. Justru di situlah awal sebuah perjalan panjang yang akan membawanya pada sesuatu yang tak pernah ia duga.

Camelia yang seperti boneka dari timur tengah itu mampu melumerkan hatinya, menuntunnya mengeluarkan sisi yang luar biasa dari seorang wanita. Tapi Hazri, sosok yang terlihat slengekan, agak berantakan dan mengesalkan, sosok yang tak pernah terbuka sedikitpun tentang siapa dia sesungguhnya mampu membuat Icha melangkah pada suatu tempat dan keadaan yang bahkan sebelumnya tak pernah dia bayangkan.

Hei, apa namanya jika  pergi ke sarang penyamun, hanya ingin memastikan kata “iya” atau “tidak”? Memastikan seorang yang  bahkan pada detik tertentu membuat Icha mengumpat dalam hatinya,” Aku tak menyangka kalau dia lebih brengsek dari yang kuduga selama ini.”
Jatuh hati pada sosok antagonis merupakan ‘rasa’ yang tidak hanya sekedar rasa. Rasa yang akan memaksa menyeret Icha (dan sesungguhnya pembaca) tidak akan rela melepaskan begitu saja rangkai dari cerita ini. Rasa yang menjerat, rasa yang…pada akhirnya melemparkan kita  pada sebuah pertanyaan, mungkinkah kita membuka hati untuk cinta yang tak terduga?
“Tak selamanya memilih orang yang mencintaimu bisa menjamin kebahagiaaan, Icha. Filosofinya begini, cinta itu adalah fitrah manusia. Nah, yang namanya fitrah itu kan harus dijaga dengan baik supaya kelak bisa menjadi energi. Energi yang akan membimbing kita pada sesuatu yang berharga termasuk menyalakan ketulusan dalam hati kita. jika kedua hal itu tak kita dapatkan dalam proses mencintai, kebahagiaan akan sulit kita rengkuh. Tapi percayalah Icha, cinta tidak pernah mengajarkan kita untuk lemah. Tak peduli siapa yang lebih mencintai, jika cinta itu mampu menguatkan dan mendorong kita untuk ikhlas menghadapi apapun, itulah cinta yang harus kita pilih.” (halaman 216-217)

Hati yang Memilih. Mbak Riawani Elyta berhasil membawa saya keluar dari pikiran bahwa , Riawani Elyta adalah Tara, Tarapuccino. Tapi jangan dikira saya tak menemukan apapun di sini. saya masih menemukan “Haz” bukan Hazel, tapi Hazri.

Yup, jika di Tarapuccino mbak Riawani Elyta mengajak saya berbincang pada suatu senja di sebuah toko roti dengan cappuccino dan muffin, maka di Hati Memilih mbak Riawani mengajak saya menikmati pagi.  Tentu saja ini hal yang luar bisa. Saya mencintai pagi, karena pagi bagi saya adalah harapan senja kemarin.

Dan dengan piawai mbak Riawani memberikan kejutan-kejutan yang membuat saya tepuk jidat, sambil berguman, “ Ini jauh dari dugaan gue!”

Hei, saya tak akan mengibaratkan makanan atau minuman apapun kali ini, tapi saya menyukai sungai entah sejak kapan, dan novel ini seperti sungai yang mengalir deras yang membawa perahu saya hingga sampai muara, lalu saya melompat ke tepian dan berlari ke atas  jembatan lalu bergumam, “open your heart to unexpected love…” hmm…
Selamat mbak Riawani Elyta, atas terbitnya novel ini. Suatu rasa yang beda, angkat jempol orang sekomplek nih`. Dan saya yakin, insyaAlloh, pembaca akan menyukainya seperti menyukai Tara.
Hati yang memilih—hatimu, hatiku.
*Gading Kirana, Pagi ke 22 september 2011

Judul : Hati Memilih ; Sebuah Cerita Tentang Rasa
Penulis : Riawani Elyta
Penerbit : Bukune Publisher
Genre : Mainstream Romance
Harga : Rp. 35.000,-
Tebal : 258 hal
Terbit : Agustus 2011
ISBN : 602-220-009-1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...