Minggu, 20 Mei 2012
#SaveOrangUtan
Sungguh, saya penasaran dengan buku ini. Bagaimana tidak penasaran?
Buku ini adalah Juara 1 Lomba 30 Hari 30 Buku Bentang Belia. Naskah duet
antara Mbak Riawani Elyta dan Mbak Shabrina WS ini berhasil menyisihkan
ratusan pesaing lainnya.
Sampai akhirnya, satu minggu yang lalu saya kesampaian dapat buku
ini. Dikirim langsung dari salah satu penulisnya dan mendapat bonus
tanda tangan beserta salam dari orang utan. Keren.
Secara presentasi, sampul bukunya sangat menarik. Ilustrasi orang
utan di dalam bukunya juga unyu. Ciri khas goresan tangan Kak Itsna
Hidayatun. Saya selalu jatuh cinta dengan karya beliau. Dan yang menjadi
trademark Bentang Belia lainnya adalah pembatas bukunya yang didesain
secara unik. Tidak melulu pembatas buku itu berbentuk persegi panjang.
Kadang yang bentuknya kayak sendal malah keren.
Mengenai ceritanya, saya rasa memang tidak biasa. Karena yang
berbeda memang yang dicari. Bayangkan, dua penulis bergotong-royong
membuat satu cerita secara estafet. Setiap ganti bab, langsung ganti
penulis dan ganti sudut pandang. Tapi ketika membacanya, saya tidak
merasakan keanjlokan gaya tulisan dari dua kepala. Keduanya saling
melengkapi dengan halus. Mbak Shabrina begitu khusyu memainkan peran
sebagai orang utan. Begitu juga Mbak Riawani yang lihai merangkai kata
sebagai remaja yang anti-pacaran.
Kepiawaian keduanya dalam menulis tidak perlu diperdebatkan lagi.
Mereka sudah berpengalaman menulis beberapa novel sebelumnya. Jadi,
marilah kita fokus ke pesan yang ingin mereka sampaikan. Isi dari a
message from Borneo itu sendiri.
Dari tulisan mereka yang telah saya baca, pesan yang coba mereka
sampaikan begitu dalam. Semacam, "Sayangilah orang utan seperti engkau
menyayangi saudaramu sendiri karena mereka mirip manusia." Ya, 90% lebih
DNA orang utan sama dengan manusia. Jadi, orang utan juga bisa stress,
frustasi dan trauma. Saya kira manusia sama sapi aja yang bisa gila.
Mungkin kalau orang utan dikasih BlackBerry, mereka bakal
broadcast-broadcast minta diselamatkan. Inilah kenapa orang utan yang
jadi tokoh utama di buku ini dikasih nama Ping.
Kita harus peduli dengan orang utan yang semakin langka karena
perburuan liar. Mereka ada yang dibunuh, dijual bahkan dipenggal. Begitu
miris. Coba bayangkan perasaan anak orang utan yang ditinggal pergi
orang tuanya. Mereka melihat secara langsung ibu mereka dibantai oleh
manusia tak bermoral. Betapa tragisnya hidup mereka.
Salah satu hal yang patut kita contoh dari buku ini adalah kekuatan
pesannya. Sebuah buku bisa "hidup" karena ada "ruh" berupa pesan yang
terkandung di dalamnya. Sebelum menulis, alangkah baiknya kita
memikirkan pesan apa yang ingin disampaikan. Seperti kasusnya Mbak
Shabrina yang ingin mengajak orang lain peduli orang utan, maka
menulislah ia tentang fabel bertema orang utan. Mbak Riawani yang ingin
menggalakkan anti pacaran sebelum nikah, maka menulislah ia tentang
kisah Molly.
Moral of the day: Orang utan itu takarannya seperti setengah
manusia. Kalau kita membunuh dua orang utan berarti kita sama saja
membunuh manusia. Karena setengah tambah setengah sama dengan satu.
Hikmah: Bagian yang paling saya suka dari buku ini adalah halaman belakangnya. Karena di situ ada iklan Date Note.
*kopas dari note Haris :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar