Minggu, 20 Mei 2012

[review] PING! Suara Hati yang Terabaikan


Yang ini review dari mbak Santi Artanti :)


Bayangkanlah, jika hutan kita terus dibabat oleh tangan-tangan yang hanya mengedepankan kepentingan ekonomi semata! Bisa dipastikan, anak cucu kita kelak tidak akan menikmati udara sesegar  sebelumya. Hutan, sebagai paru-paru dunia mengalami ‘pengeroposan’ setiap harinya. Ini sudah bisa kita rasakan dampaknya, udara terasa lebih panas dan cuaca menjadi semakin tidak menentu. Upaya penyelamatan lingkungan dan perlindungan hewan-hewan langka menjadi isu terpenting. Kampanye-kampenye yang banyak digalakkan kadang hanya ‘menyentuh’ orang-orang yang berkepentingan saja. Sementara orang-orang ‘awam’ hanya menganggap hal-hal seperti itu sebagai angin lalu.

Novel kolaborasi antara Mbak Riawani Elyta dan Shabrina WS ini mencoba menawarkan alternatif solusi untuk menggugah hati masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan agar ekosistem yang ada didalamnya tetap seimbang. Duet yang menarik karena mereka tetap berada pada pakem masing-masing, mbak Lyta di bagian fiksi dan mbak Brina di bagian fabel.

Dikisahkan, Ping adalah seekor orang utan yang hidup bahagia bersama ibunya di sebuah negeri indah bernama hutan. Tapi, kebahagiaan itu tak berlangsung lama. Ketika ibunya sedang mengajarinya membuat sarang, tiba-tiba tembakan dari manusia-manusia egois itu menumbangkannya, mencerabut kebersamaan mereka. Ping kehilangan, Ping Berduka.

Dalam kesedihannya, ia bertemu dengan Jong dan ibunya. Kehadiran mereka sedikit-sedikit menghapus luka Ping. Ping menganggap ibu Jong sebagai ibunya juga. Ibu Jongpun menyayangi mereka tanpa membeda-bedakan. Ia mengajari Ping dan Jong membuat sarang, bagaimana membedakan daun yang baik, bunga apa yang bisa dimakan, tanaman apa yang harus dihindari, menguliti kayu, menangkap rayap, makan tanah dan mencari sarang lebah. Semua itu menjadi petualangan yang menyenangkan.

Tapi, lagi-lagi kebahagiaan itu harus terenggut oleh tangan-tangan manusia serakah yang hanya mementingkan keuntungan ekonomi semata. suatu hari Ibunya ditemukan tak bergerak karena makan pisang beracun, sementara Jong tak ketahuan ada dimana. Dan Ping sendiri tertangkap oleh jaring dan dibawa keluar hutan. Ketika aksi manusia-manusia serakah itu diketahui pihak berwajib, Ping berhasil diselamatkan dan dipindahkan ke lokasi konservasi orang utan di kawasan Samboja, Kaltim. Di sana ia banyak memberontak. Sampai akhirnya ia bertemu dengan molly, seorang gadis penyayang binatang. Akankah Molly bisa merubah tabiat Ping yang sudah diganti namanya menjadi Karro? Ada visi dan misi apakah Molly dan teman-temannya mengunjungi lembaga konservasi itu? Siapa pula Archie? Kenapa dia harus cemburu dengan Nick, teman bule Molly yang empunya ide kunjungan itu? Pada baca sendiri aja deeeh :p

Bravo! Sepertinya novel ini memang layak untuk dinobatkan menjadi Juara satu lomba ’30 Hari 30 Buku’ Bentang Belia (saat itu ikut dag dig dug duer liat pengumumannya yang super menegangkan via youtube). Dengan visi, misi dan segmentasi yang jelas, novel ini diharapkan bisa mendobrak paradigma novel-novel remaja yang melulu berisi tentang cinta-cintaan. Tema yang unik disajikan dengan perspektif yang berbeda. Bahasa yang enak dan mengalir membuat novel ini terasa ringan tapi tetap cerdas. Bab demi bab yang ditampilkan bergantian antara sudut pandang Ping dan Molly membuat novel ini kaya dan tidak membosankan. Sudut pandang orang pertama membuat kita lebih bisa menyelami nurani seekor orang utan, memahami isi hatinya yang kadang diabaikan oleh manusia-manusia, kita semua! (saya merasakan aura ‘Black Beauty’ di sini.. Karya sastra yang mendunia itu :D).

Ini juga menjadi salah satu bukti bahwa dunia maya bisa menumbuhkan persahabatan yang inspiratif. Kedua penulisnya yang belum pernah bertemu berhasil kompak menyajikan karya yang waw dan menggugah. Saya mulai ‘mengenal’ mereka sejak marak lomba-lomba di fb pertengahan tahun 2010. Dan nama mereka selalu nongol sebagai pemenang (mereka lagiii... mereka lagiii, begitu komentar saya waktu itu :D) Jadi, rasanya sudah tidak kaget kalau mereka keluar sebagai pemenang di Bentang Belia kemarin, karena jam terbang mereka yang sudah cukup tinggi sebagai ‘hantu’ lomba.. ;p

Akhirnya, hanya bisa berharap.. agar karya-karya berkualitas semacam ini mampu ‘merasuk’ ke dalam sanubari pembaca. Akan dimulai dari mana kalau tidak dari diri sendiri, kesadaran untuk peduli dengan lingkungan dan habitatnya? Agar kita bisa terus menatap keindahan kehijauan diluar sana, menghirup udara yang bersih tak tercemar dan memastikan bahwa satwa-satwa liar itupun terpenuhi haknya untuk hidup di ‘dunia’nya sendiri tanpa dikotori keegoisan manusia. Semoga semua itu bisa dimulai dari membaca buku ini.. ~_~
Dari sini copasnya:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...