Kamis, 19 Maret 2015

Terlempar oleh Kota-Kota Imajiner Italo Calvino

membaca kota-kota imajiner Italo Calvino
membawaku imajiku ke kota tua Baucau
pada keramaian mercado municipal
yang tak sempat kita bicarakan

membaca kota-kota imajiner Italo Calvino
membawaku ke nama rua-rua yang susah kueja

Tulisan dia tas adalah status facebok yang saya posting setelah membaca Kota-Kota Imajiner Italo Calvino.
Seperti tertulis di belakang cover novel itu. Tak mudah untuk menjelaskan novel ini. Setiap usaha untuk melakukannya tampaknya hanya akan berakhir sia-sia. Bukan semata karena gambaran kota-kota magis dan surealis yang ada di dalamnya, tetapi juga karena keindahan bahasa puitisnya. Inilah novel dimana kemustahilan imajinasi bertemu dengan pasangan sempurnya: kefasihan bercerita.

Novel ini terdiri dari sembilan bagian. Setiap bagiannya terdiri dari beberapa sub bagian. Ada judul tiap-tiap sub bagian itu. Hanya saja awalnya saya sedikit bingung, kenapa judul-judul yang memuat angka itu tidak berurutan.
Seperti halnya bagian SATU berisi

Kota-Kota & Kenangan-1
Kota-Kota & Kenangan-2
Kota-Kota & Keinginan-1
Kota-Kota & Kenangan -3
Kota-Kota & Keinginan-2
Kota-Kota & Tanda-Tanda -1
dan seterusnya...

Tapi, pada akhirnya saya mengabaikan judul-judul itu. Mungkin memang seperti itu susunannya. Lagipula tanpa mengurutkan pun bagi saya tidak terlalu memengaruhi cerita. Dan terlepas dari itu semua, justru menurut saya, pembaca bisa memilih untuk membaca bagian mana saja. Karena setiap judulnya bisa berdiri sendiri-sendiri, maksud saya tidak tergantung dengan judul sebelum atau sesudahnya.

Antara satu bagian dengan bagian yang lain, diselingin kisah Marco Polo dengan Kublai Khan.

Yang saya tangkap, novel ini semacam percakapan antara Kublai Khan, Kaisar kaum Tartar dan Maco Polo pemuda Venesia.
Polo bertutur perihal kota-kota yang ia kunjungi dalm ekspedisinya. Meski Kublai Khan  tidak sepenuhnya memercayai segala sesuatu yang dituturkan pemuda itu. Namun hanya melalui pertimbangan-pertimbangan Marco Pololah Kublai Khan sanggup melihat, melampaui dinding-dinding dan menara-menara yang telah ditakdirkan hancir; dan melalui jejak-jeka pola yang begitu pelik ia dapat membebaskan diri dari rayap-rayap yang terus menggerogoti. (hal 3-4)

Agak bingung juga sih kalau berusaha memahami semuanya, dan barangkali otak saya yang tak sampai ya. Namun, saya sangat menyukai gambaran kota-kota yang dilukiskan oleh Calvino. Entah mengapa setiap narasi perihal kota-kota itu benar-benar bisa saya bayangkan, seperti utuh dalam imaji saya.

Bahkan sebagiannya justru melempar saya ke kota-kota yang selama ini hanya bisa saya bayangkan keberadaannya. Seperti yang tertulis di status itu.
Bagi saya pribadi, salah satu kriteria buku yang bagus menurut saya adalah, buku-buku yang menyisakan perenungan dan mendorong, mendesak, melempar bahkan membuat kebelet ingin menulis setelah membacanya.
Seperti yang terjadi setelah membaca Kota-Kota Imajiner ini, saya pun seakan mendapat energi baru untuk menulis.


Sunday Times, mengatakan; Kota-Kota Imajiner adalah sebuah meditasi yang indah dan subtil.

Financial Times mengatakan; "Dari semua novelis Italia pasca perang dunia ll, Italo Calvino adalah petualang. Dia cemerlang, brilian dan tak terlupakan.

Oh iya, Italo Calvino lahir di Kuba 1982 dan tumbuh besar di Italia. Selain sebagai novelis, ia juga dikenal sebagai esais dan jurnalis. Lewat sejumlah karya briliannya, diantaranya Invisible Cities, If on a winter's Night a Traveler, Cosmicomisc dan Marcovaldo, ia mendudukkan diri di jajaran penulis besar Eropa. Pada tahun 1973 ia memenangkan penghargaan bergengsi,  Premio Fertrinelti.

Judul: Kota-Kota Imajiner
Penulis: Italo Calvino
Penerjemah: Erwin Salim
Penerbit: Fresh Book.
Tebal: 185 halaman.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...