Rabu, 20 Juni 2012

Surat Hijau Toska



Kami bertemu dengannya di suatu siang yang basah, di tepian Hutan Porong-Porong. Hujan tak lagi deras, tapi sepertinya Brin belum juga mau beranjak dari tempat kami berteduh.
“Aku tidak  mau basah. Jadi kurasa, kita harus benar-benar menunggu hujan berhenti.”
Aku mengangguk. Kadang Brin memang aneh. Apalagi setelah beberapa waktu lalu dia membuat cerpen tentang hujan. Aku semakin tidak mengerti jalan pikirannya.
“Mencintai hujan bukan berarti harus basah-basahan kan?” aku memandangnya. Dia bicara tanpa melihatku. Entahlah mungkin sintingnya sedang kumat.
“Hei…sedang apa kalian?” sebuah suara membuat kami menoleh bersamaan.
“Menurutmu, dia manusia apa bukan?” Brin berbisik.
“Tapi sepertinya dia memang manusia. Lihatlah, kakinya menyentuh tanah.” Brin, seperti biasa, dia selalu menjawab pertanyaanya sebelum aku jawab.
“Hei, kenapa kalian bengong? Ayo mampirlah ke rumahku.”
Brin menatapku meminta persetujuan, dan belum sempat aku menjawab, dia sudah berjalan mendahuluiku. Lalu beberapa saat kemudian kami sudah duduk  dengan hangat di depan perapian.
“Darimana kalian hujan-hujan begini?”
“Saya sedang melihat-lihat keadaan Hutan Porong-Porong untuk memperkuat setting novel saya.”
“Kau suka menulis rupanya,” Wanita itu menuang teh, “ini minumlah biar hangat…” lalu memberikan pada Brin.
“Oh ya, namaku Qonita. Namamu?” tanya nenek itu sambil menuang teh ke cangkir ke dua.
“Saya Brin.”
“Ini untukmu…” Qonita menaruh secangkir teh di hadapanku.
“Teman saya ini namanya Tower. Pus Tower.” Itulah Brin. Aku selalu tidak diberi kesempatan untuk menjawab pertanyaan. Dia...kadang menyebalkan.
Lalu entah darimana awalnya Qonita dan Brin telah berbicara panjang, seperti sahabat yang sudah kenal lama. Bahkan seakan mereka menganggap aku tidak ada.
“Yaa, begitulah Brin. Hari-hariku selalu kuhabiskan dengan menulis surat,” lalu Qonita terkekeh.
“Surat, untuk siapa, Nek?”
“Untukku Brin.”
“Untuk nenek?”
“Ya. Surat-surat yang kutulis untukku. Surat yang kutulis penuh cinta. Siapa yang akan lebih mencintai diri kita selain kita Brin? Haha?! Apa kau percaya bahwa di dunia ini ada orang yang benar-benar tulus mencintai kita?”
Dan pertemuan siang itu merupakan awal dari pertemuan-pertemuan selanjutnya. Brin selalu datang seminggu sekali ke tepi hutan porong-porong. Bahkan setelah dia menyelesaikan novelnya tentang Rex dan Dutch.
Aku juga heran ketika pembicaraan Brin akhir-akhir ini selalu tentang Qonita sahabatnya itu. Tidak seperti kemarin-kemarin, telingaku bahkan seperti terbakar setiap kali dia berkata, “Rex dan Dutch adalah cerita yang membuatku jatuh hati, Wer…” Huah!
“Nenek Qonita itu sebatangkara, Wer. Dia tidak punya keluarga. Sejak dulu dia tinggal di tepi Hutan Porong-Porong. Hidup dari menjual bunga-bunga yang dia tanam. Dan membunuh kesepian dengan menulis surat-surat untuk dirinya. Kau mengerti? Menulis surat-surat untuk dirinya sendiri. Kasihan bukan?”
“Apa bedanya denganmu Brin, kau juga selalu tenggelam dengan fiksi-fiksi yang kau ciptakan.” Tentu saja itu hanya kuucapkan dalam hati.
“aku berharap semoga penjualan novelku bagus dan semua berjalan sesuai rencanaku,” ucap Brin. Lalu dia akan tersenyum-senyum sendiri di depan layar laptopnya.
 “Bicara saja sendiri, Brin. Sampai puas!” Lalu aku berbaring, melengkungkan tubuhku dan tidur layaknya kucing-kucing pada umumnya.
***
Subuh baru saja berlalu ketika kami membelah jalanan yang dingin menuju hutan Porong-porong. Dan sepuluh meter sebelum rumah Qonita, Brin menghentikan motornya.
“Wer, kau bawa surat ini, serahkan ke nenek Qonita ya?!”
Aku  mengerti maksud Brin. Setelah kugigit surat hijau toska itu, aku membawanya dengan berlari. Dan sebentar saja aku sudah sampai di halaman rumah Qonita. Kulihat dia sedang mengikat bunga-bunga.
“Tower?!” Aku mendekat. “Apa yang kau bawa?” dia mengambil surat  dari mulutku.
“Surat untukku? Untuk sahabatku Qonita..” Qonita membaca tulisan di amplop.
“Ya Tuhan, ini surat pertama yang kuterima dalam hidupku, Wer. Surat dengan warna kesukaanku.” Lalu Qonita membuka dengan pelan amplop itu, dan mengambil selembar kertas dengan gambar bunga matahari.
Selamat hari lahir nenek Qonita. Semoga usiamu berkah, dan harimu penuh cinta.
Salam manis, Brin sahabatmu.
Dan di saat yang bersamaan Brin datang.
“Kejutaaaaaan!!!!”
“Brin? Kauu…”
“Selamat hari lahir, Nek.” Mereka berpelukan.
“Saya punya sesuatu untuk nenek. Kita buka di dalam ya?”
“Apa ini Brin?” tanya nenek itu sambil menerima kado dari Brin.
“Buka saja, Nek.”
            Dan dengan senyum yang tak lepas Qonita membuka kado itu. Lalu…
            “Laptop, Brin?!”
            “Untuk nenek.”
            “Tidak, Brin! Aku tidak bisa menerimanya.”
            “Nenek terima ya?! Nenek kan beberapakali  sudah mencoba mengetik pakai laptop saya,” masih sambil bicara Brin menyalakan laptop. “Oh iya, di hari ulang tahun nenek, saya membuatkan akun facebook untuk nenek. Biar nenek tidak kesepian. Gampang kok…Nenek juga saya masukkan ke group Untuk Sahabat yang hari ini juga ulang tahun. Kita akan banyak mendapat teman dan kita bisa berbagi cerita.” Aku tertawa melihat Brin yang terus bicara dan melihat wajah Qonita yang keheranan.
            “Lihat, Nek. Sudah banyak yang mengkonfirmasi …bla..bla…bla…”
            “Brin, “ Qonita bicara dengan memegang tangan Brin. Brin berpaling dari layar.
            “Maafkan aku ya? Aku  tidak bisa menerima semua ini. Kamu lebih membutuhkan laptop ini. Bagiku, bertemu denganmu, dan menerima surat darimu di hari ulang tahunku adalah hadiah paling indah sepanjang hidupku. Masukkan kembali laptop ini. Dan kita rayakan kebahagiaan ini dengan teh hangat dan kue muffin.”
            “Tapi…”
            “Tidak ada kata tapi, Brin!”  Qonita melangkah ke dapur. Brin menatapku, namun aku tidak mendekat. Aku menyusul Qonita ke dapur. Yeach…rasanya kue muffin lebih lezat dibandingkan laptop dan facebook.
Gadingkirana, 031-152022111
1. Untuk mbak Santi (Qonita Musa): “Aku selalu merindukan saat2 di Malang dulu”
2. Untuk semua teman facebookku, terima kasih  untuk pertemanan kita
3. Untuk Tower semoga kau selalu bahagia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...