Senin, 10 Juni 2013

The Coffee Memory








The Coffee Memory.
Ketika saya membaca sms Mbak Riawani Elyta kalau dia mendapat tawaran menulis tentang kopi. Saya ikut semangat. Karena saya percaya kalau sahabat saya ini akan menyajikan sebuah novel yang tak hanya sekadar tentang kopi.

Saya sudah membaca Tarapucino dua tahun lalu yang aromanya masih melekat. Jadi, diam-diam saya menyimpan rasa penasaran, bagaimana Mbak Riawani meracik kopinya. O iya, omong-omong tentang Tarapucino, novel itu baru aja cetak ulang dengan halaman lebih tebal, juga dengan kover dan judul baru A Cup of Tarapuccino.

Balik lagi ke The Coffee Memory. Katanya ada tiga hal yang ditawarkan dari novel ini: cinta, kopi, dan lika-liku dunia usaha. Jadi, di dalamnya nggak hanya terdapat kisah cinta, tetapi juga quote-quote yang memuat info dan pengetahuan tentang kopi pada setiap babnya. Dan tentu saja cerita yang dilatarbelakangi usaha coffee shop.
Sebelum membaca novelnya saya sudah membaca beberapa review dan komentar tentang novel ini. Jadi saya sedikit dapat gambaran. 

Ternyata setelah membaca sendiri, saya mendapatkan rasa yang lain.  Kalau Tarapucino aroma masih melekat kuat hingga hitungan tahun setelah membacanya, The Coffee Memory memberikan efek yang berbeda. Kisah Dania dan Katjoe Manis, beberapa kali membuat tenggorokan saya sakit dan mata saya perih. Di beberapa halaman saya bahkan berhenti sejenak untuk mengelap mata saya yang basah. Salah satunya saat Dania berdoa lebih panjang menjelang tidurnya Sultan, jugaa…saat…membaca email Barry.
Cerita bergulir wajar. Khas Mbak Riawani, dan ada sisi lucu yang sepertinya nggak disengaja justru membuat saya tertawa-tawa.
Saya nggak ngerti mesti nulis bagaimana. Yang jelas saya suka novel ini, sama seperti menyukai Tarapucino. Tapi dengan kesan yang berbeda tentunya. 

Selamat ya Mbak Riawani Elyta, semoga novel-novelnya melahirkan banyak kebaikan. aamiin :)



4 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...