Empat kata itu yang melintas di kepala saya
setelah membaca Dear Bodyguard. Kalau saya bilang paket komplit rasanya bukan
berlebihan.
Kali ini, Mbak Riawani Elyta menampilkan
sosok Aline yang ‘gagah’.
Novel ini dibuka dengan servis yang manis.
Pembaca ditarik pada masa lalu Aline yang melahirkan konfrontasi, hingga membawanya
pada sebuah pilihan, berprofesi sebagai bodyguard. Dan itu menjadi awal
kehidupan yang benar-benar berbeda bagi Aline. Saya pernah membaca bahwa
pembuka cerita haruslah menjadi tumpuan untuk membangun apa yang nanti hendak
dikembangkan. Maka, bagian prolog ini benar-benar menjadi pondasi yang penting.
Menjadi bodyguard bukanlah profesi sembarangan.
Tak ada yang tahu pasti siapa sosok yang kelak akan dia kawal. Meskipun Hilman,
agen Aline menetapkan aturan yang ketat. Omong-omong, saya salut dengan Hilman
ini meskipun hadirnya sekilas-sekilas tapi aturannya untuk para bodyguard keren
banget. Misalnya, jelas tidak boleh merokok dan alkohol.
Dear Bodyguard ini menarik pembaca sejak
prolog, dan bertambah penasaran ketika masuk bab 1. Setting di kantor agen,
pertemuan Aline dengan teman-temannya dan calon klien, ditingkahi dengan
percakapan Aline dengan teman-temannya, merupakan bagian kecil namun menjadi
penting, karena memberi gambaran tentang wanita-wanita yang memilih profesi ‘gagah’
ini.
Pada bab-bab selanjutnya, ketegangan demi
ketengan semakin meningkat dan terbangun dengan kecepatan yang terjaga. Ada
ancaman yang takterkatakan. Jika pembaca jeli, ada isyarat-isyarat tertentu
yang dihadirkan bahkan hanya dengan bahasa mata. Menggiring pembaca untuk
mengikuti kecemasan tokoh hingga sampai pada pilihan yang tak terelakkan. (ini
terjadi pada adegan Teddy dan Aline di bangunan itu, duh bikin cemas, kasihan,
haru gimana gitu deh bagian ini).
Transisi juga terjadi saat momen-momen yang
pas, meninggalkan penasaran yang menggaung. Kadang ada klimaks-klimaks kecil, yang
justru memberikan sesuatu yang layak ditunggu.
Dear Bodyguard, tidak melulu penuh aksi dan ketegangan, namun ada juga bagian
humor yang terselip, misalkan saat Aline dan Teddy datang ke pembukaan rumah
makan mantannya Teddy. Atau ada juga pesan halus yang menyentuh, ketika Aline
berbincang dengan ibunya di dapur. Duh bagian ini haru banget. Aline juga
menyadari bahwa seberapapun ilmu beladiri, selengkap apapun senjatanya dan
sekuat apapun dia, namun pemilik dan pemberi keselamatan sesungguhnya tetaplah
pemilik kehidupan ini. Pesan ini pun terselip halus tanpa menggurui.
Penokohan. Aline ini ditampilkan penuh perhitungan, apalagi saat
beraksi menghadapi musuhnya. Saya bahkan bertanya, pada penulisnya, “Apa Mbak
menguasai ilmu itu?” :D
Tapi saya jagoin Teddy! Kok bukan
Kevin? Mungkin ada yang bertanya begitu. Kevin memang penting. Bahkan Frans
ataupun Jimmy, yang hadir sekilas juga
bukan hanya tokoh pelengkap semata. Namun, Teddy ini hadir sebagai salah satu penggerak cerita.
Saya simpati pada Teddy, dengan segala yang terlihat, dia pasti punya kisah utuh yang sangat menarik. Saya bahkan berharap akan bertemu Teddy di novel Mbak Riawani yang lain. Tentang kisahnya yang utuh.
Dan terakhir, romance. Di tengah konflik dan
ketegangan yang mengaduk emosi pembaca, kisah cinta menjadi pemanis yang tak
sekadar kembang gula, karena porsinya pas dan bikin geregetan.
Ohya selain itu dialog-dialog yang dihadirkan
juga bukan kalimat-kalimat yang sekadar untuk memenuhi halaman. Namun
benar-benar kata-kata yang bermakna dan menggerakkan
cerita.
Lalu bagaimana dengan akhir kisah ini? Dari persinggungan
tokoh-tokoh yang banyak, dengan kepentingan yang berbeda-beda, novel ini menyisakan renungan.
Pertama,
narkoba adalah lingkaran setan. Ada banyak rantai yang saling bertaut dari
kejahatan satu ke kejahatan yang takterduga. Sadar ataupun tidak, dengan orang
dekat atau bahkan dengan orang yang sama sekali takdikenal.
Dan kedua, Bodyguard
itu profesi yang tak biasa. Apapun bisa terjadi. Dan betapa mahal harga yang harus dibayar Aline,
untuk profesinya. Di halaman 335 tentang apa yang dirasakan ibunya Aline,
membuat tenggorokan saya sakit, dan terbayang kembali dialog mereka di halaman
97. Ya, cerita telah usai, namun kesannya tetap tertinggal di hati pembaca.
Ketika suatu hari saya menerima sms dari penulisnya terkait novel ini. Saya hanya mengajukan satu pertanyaan pada Mbak Riawani, "Kok tokohnya banyak nama yang berawalan dengan huruf J Mbak?" Hehehe. Saya yakin itu nggak disengaja. Dan ternyata, memang tidak disengaja. Saya juga gitu, kadang nggak sadar kalau nama tokoh saya mirip. Ya, hanya perkara huruf itu saja. Selebihnya, seperti yang saya uraikan di atas.
Kalau kata
pak Alif Danya Munsy, membaca adalah belajar, maka membaca Dear Bodyguard,
meneliti bagian demi bagian, secara tidak langsung ada banyak yang kita
pelajari dari sana untuk sebuah novel.
----------
----------
Judul: Dear Bodyguard
Penulis: Riawani Elyta
Tebal: 352 halaman
Penerbit: Bentang Pustaka
Terbit: November 2013
Makasih Enii, reviewnya yang paket komplit, semua unsur direviewin, terharuuu juga, semoga one day sy bisa bikin cerita khusus ttg Teddy ya :)
BalasHapusSama-sama Mbak. Efek dari novelnya, jadi belajar secara nggak sadar :)
HapusAsyiiik nunggu Teddy :)