Minggu, 15 Mei 2016

A Man Called Ove (Fredrik Backman)

Jadi begini, karena sukaaa banget sama novel ini, saya beli dua. Yang satu untuk saya pribadi, penuh coretan dan lipatan. Yang satu buat dipinjemkan. Boleh dicoret atau dikasih cattaan pinggir dan semacamnyalah sama peminjam :)



Cinta adalah sesuatu yang ganjil  (hal 427)
Ketika penerbit  Noura posting cover novel ini di Facebook, saya berkata dalam hati, harus baca!
Ketika blurb di sampul belakang menyusul beberapa waktu kemudian, saya kepincut, harus segera beli.
Dan, ketika waktu membawa saya ke toko buku, novel ini yang pertama kali masuk tas belanja. 

A Man Called Ove!
Sebelum terlibat lebih jauh dengannya, biar kuberi tahu. Lelaki bernama Ove ini, mungkin bukan tipemu.
Ove bukan tipe lelaki yang menuliskan puisi atau lagu cinta saat kencan pertama. Dia juga bukan tetangga yang akan menyambutmu di depan pagar sambil tersenyum hangat. Dia lelaki antisosial dan tidak mudah percaya kepada siapa pun.

Seumur hidup yang dipercaya hanya Sonja yang cantik, yang mencinta buku-buku dan menyukai kejujuran Ove.
Orang melihat Ove sebagai lelaki hitam putih, sedangkan Sonja penuh warna.
Tak pernah ada yang menanyakan kehidupan Ove sebelum bertemu Sonja. Namun bila ada, dia akan menjawab bahwa dia tidak hidup. Sebab di dunia ini yang bisa dicintainya hanya tiga hal: kebenaran, mobil Saab dan tentu saja Sonja.
Mencintai seseorang bisa disamakan dengan pindah ke sebuah rumah –hal 399.

Butuh empat Kamis bagi  saya untuk menyelesaikan novel setebal  440 halaman ini (Kamis--karena saya berusaha mematuhi jadwal baca saja, novel di hari Kamis) hehehe.

Dibuka dengan adegan Ove lima puluh sembilan tahun yang berada di toko kumputer, kisah selanjutnya bergulir maju mundur, ke masa lalu dan masa kini Ove. Yang membuat  tertawa,  jengkel, menangis dan bersimpati. Yah, beberapa orang bahkan menganggap Ove tak punya hati.

Ketika orang tidak saling berbagi, kemungkinan besar kepedihan malah akan menjauhkan mereka.

Dari segi alur, memang agak lamban. Tapi novel ini punya benang merah yang terus mengikat kisah demi kisah serta menggiring pembaca untuk sampai ke ending.  Fredrik  menghadirkan penokohan  yang  begitu kuat. Ove begitu hidup, mempesona dan sempurna dengan segala ketidak sempurnaannya.

Ove sangat tahu, bahwa sebagian orang hanya menganggapnya tua Bangka pemarah yang tidak mempercayai orang. Namun, sejujurnya itu karena orang-orang tidak pernah memberi  alasan untuk memandang mereka dengan cara lain.

Sebab, Ove percaya, akan tiba saatnya dalam kehidupan seorang lelaki, ketika mereka memutuskan hendak menjadi jenis lelaki macam apa: Jenis yang membiarkan orang lain menguasaimu, atau tidak.
Ove selalu mengingat perbedaan antara menjadi jahat karena terpaksa atau karena bisa melakukannya.
Ove sering mendengar Sonja berkata, bahwa setiap manusia harus tahu apa yang diperjuangkannya. Sonja memperjuangkan apa yang baik. Demi sesuatu yang tidak dia miliki. Dan Ove berjuang untuk Sonja.
Namun kata Sonja: Ada masa untuk segalanya.

Menurut Ove, sesuatu di dalam diri seseorang akan hancur berkeping-keping jika dia harus menguburkan satu-satunya orang yang selalu memahaminya. Tidak ada waktu untuk menyembuhkan luka semacam itu.

Dan, sepanjang waktu Ove, setelah Sonja pergi adalah menyiapkan rencana-rencana  untuk menyusul Sonja.

Dan begitulah,  akhirnya, novel ini, menjadi  buku ke sekian yang penuh lipatan, coretan dan kertas tempelan.

Secara keseluruhan saya sangat menyukai novel ini. Semua hal-hal ganjil perihal Ove akan membawa renungan dan terjawab di bagian-bagian berikutnya. Dan lebih dari itu, Fradrik tidak hanya menulis perihal lelaki tua, tapi menyuguhkan kalimat-kalimat yang dalam.

Bab-bab akhir novel ini justru semakin dalam, penuh renungan dan filmis. Bermenit-menit setelah menutup novel ini, saya termangu, lama.

Yah, sulit bagi seseorang untuk mengakui kekeliruannya sendiri. Terutama ketika orang itu telah keliru untuk waktu yang sangat lama.

Tapi kehidupan, kematian, kedukaan,  cinta dan bahkan waktu adalah sesuatu yang ganjil. Sebagian besar manusia hidup untuk waktu yang membentang tepat di depan kita. Hari, minggu, tahun. Salah satu moment paling menyakitkan dalam hidup seseorang mungkin muncul bersama pemahaman bahwa usia telah tercapai ketika ada banyak yang harus ditengok ke belakang daripada ke depan. 

Dan ketika waktu tidak lagi membentang di depan seseorang, hal-hal lain harus dinikmati dalam hidup. Kenangan, mungkin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...