“Jadi kenapa kamu
mengajakku bertemu di toko buku?”
Suara lelaki itu tepat berada di sebelah saya. Saya tidak
menoleh, tetap membalik-balikkan buku di deretan rak paling bawah.
“Hanya pengen lihat
bukumu ada di sini,” kali ini suara perempuan.
“Sudah kubilang, aku
belum punya buku.”
Saya bergeser, berdiri agak
menjauh dari mereka karena buku yang saya cari tidak ada.
“Pacarku yang dulu
nggak pernah mau kuajak ke toko buku…”
“Dan kalian putus?”
“Tapi bukan itu
alasannya.”
Percayalah, saya tidak sedang
menguping. Saya hanya mendengar tidak sengaja.
“Kamu nggak ingin cari
pengganti?” tanya lelaki itu.
Tak ada jawaban.
“Hei? kok diam?"
Memang tak ada suara.
Lalu, perempuan itu berjalan
melewati saya, diikuti lelaki yang mungkin masih menunggu jawaban dari
pertanyaannya. Tetapi, karena mereka terus melangkah di antara rak-rak buku,
saya tidak lagi mendengar kata-kata apa yang terlontar dari perempuan itu.
Saya juga tak hendak menguntit keduanya. Jadi, saya memotret novel
Sauh di meja buku-buku baru yang tepat di depan pintu masuk. Setelah itu
membayar ke kasir dan turun ke parkiran.
Di luar gerimis.
Orang-orang sibuk memakai jas hujan. Saya menjalankan motor pelan. Titik air
mengetuk-ngetuk kaca helm saya, membuat pandangan agak buram.
Sepanjang jalan, saya
memikirkan, berapa orang yang membuat janji bertemu di toko buku?
Kalau dalam
puisi, cerpen atau novel, apa kisah selanjutnya yang terjadi pada dua orang
tadi? Saya tertawa sendiri, dan kembali berucap lirih, “Benar kan, bagi
pengarang, pertemuan sekejap adalah pikiran-pikiran bercabang di serentang jalan
pulang.”[]
Inspirasi bisa datang bahkan hanya karena seorang penulis melihat nyamuk. Hehehe...
BalasHapusTulisannya enakeun.. ngalir gituπ
Salam kenal mbak Shabrina π saya agil dari cirebon.
Kapan-kapan boleh mampir ke rumah saya di agiluin.blogspot.com yaa
Iyaaa. Hahaha. Salam kenal jugaa. Makasih sudah mampir yaa π
HapusWah... harusnya diuntit tuh biar ceritanya gak bikin kita-kita penasaran.
BalasHapusHarusnya ya. π
Hapus