Selasa, 09 Januari 2018

#SAUH [Setting dan Sudut Pandang]





Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah.
Senang rasanya novel ini bisa terbit. Sekaligus deg-degan (selalu begini sih tiap buku baru).
Draft mentah naskah ini muncul pertengahan tahun 2012. Lama sekali memang. Draft pertama, kedua, ketiga, keempat  benar-benar seperti benang kusut. Susah menyatu dan banyak pertimbangan.

Pertama Setting

Saat itu saya ingin menulis cerita dengan setting Pacitan. Tapi seperti kata Jacob Sumardjo, dalam fiksi setting bukan hanya tempat kejadian. Dalam fiksi yang baik, setting harus benar-benar mutlak untuk menggarap tema.

Nah, ini agak susah, karena beda dengan beberapa novel saya yang lain, yang kalau setting dipindah cerita akan berubah. Sauh tidak terlalu kuat terikat tempat.

Akhirnya saya pilih ruang cerita pantai dan penginapan. Rasanya menyenangkan mempertemukan tokoh-tokoh itu di sana. 

Teleng Ria tak jauh dari pusat kota. Pantainya berupa teluk membentuk setengah lingkaran, diapit dua pegunungan kapur yang kokoh.  Karena ombaknya yang cocok untuk peselancar saya tambahkan surfing untuk tokohnya sebagai bumbu dan saya padukan sedikit dampak lumpur Porong pada tokoh lainnya.

Menulis dengan setting di mana kita pernah tinggal, rasanya memang seperti mengunjungi kenangan. Melihat tokoh-tokoh saya lalu lalang pada sudut-sudut yang saya kenali. Ikut menghidu aroma laut, mendengar suara ombak, mengecap kupat tahu yang lezat, dan merasai terik matahari kota tepian itu.

Kedua Sudut Pandang /POV.

Masih menurut Jacop, POV memang masalah siapa yang bercerita. Tetapi menentukan siapa yang bercerita itu yang tidak mudah. Karena ini menyangkut masalah seleksi terhadap kejadian cerita, menyangkut masalah ke mana pembaca akan dibawa. Menyangkut masalah apa yang harus dilihat pembaca. Menyangkut masalah kesadaran siapa yang dipaparkan.

Maka, itu sebabnya begitu lama saya mengutak-atik, memotong bagian ini dan itu, lalu menjahit kembali, membaca ulang dan merombak lagi. Terus begitu. Bahkan saya membuang dua bab yang menurut saya bagus dan asyik tapi membuat novel itu tidak berkembang.

Ketika naskah sampai di penerbit dan acc, Mbak Dita memberi beberapa catatan yang membuat saya lega, karena tahu dimana letak lubang-lubang cerita itu. Saya sangat berterima kasih sekali pada beliau. Juga untuk diskusi hangat tentang judul, tagline dan pemilihan cover. Sungguh kerjasa yang menyenangkan.

Jadi begitulah akhirnya novel ini hadir di rak-rak toko buku dan siap menemui pembaca.

Saya tidak berani menjanjikan banyak hal. Tetapi, karena ini memang romance, saya berharap pembaca ikut merasakan kehangatan hati para tokoh-tokohnya. Mereka yang memperjuangkan cinta dengan caranya sendiri. Mereka yang kemudian bertanya sejauh mana cinta diperjuangkan?

Selamat membaca. Selamat berkunjung ke Pacitan, yang meskipun sampai hari ini masih berbenah pasca bencana itu, tapi pantai selalu menyambut ramah.
Terima kasih.

2 komentar:

  1. Novel yang sangat indah, barokallah Mbak, satu hal yang menggodaku untuk bertanya, mengapa harus SMS-an :D :D

    http://braveandbehave.blogspot.co.id/2018/01/sauh-tentang-cinta-yang-berlabuh.html

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha pesan bisa lewat mana saja kan, sms, wa, inbox fb, email,DM IG...😂

      Hapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...