“Cakar wajahnya! Robek
perutnya!”
Suara itu memenuhi kepalaku. Tapi tenagaku habis setelah
susah payah berlari dengan rasa panas dan perih menjalari punggungku. Aku hanya
mencakar sedikit pipinya, saat dia berhasil menyentuhku, lalu membawaku pergi.
“Apa yang terjadi, Max?”
“Punggungnya tertembak, tapi berhasil lari. Aku sudah
membersihkan lukanya. Ada makanan?”
Aku berusaha membuka mataku yang berat. Sesuatu menetes di
mulutku. Hangat. Manis. Harum. Aku
mengecapnya. Dan setiap kali kutelan, aku mendapati suapan berikutnya.
“Dimana kau temukan?”
“Hutan sebelah barat.”
“Bukankah di masa pemerintahanmu undang-undang itu sudah
disahkan dan disosialisasikan?”
“Yach…”
“Pipimu berdarah?”
“Dia sempat mencakarku.”
Telingaku menangkap suara-suara dengan bahasa yang tak bisa
kupahami. Tapi aku terus mengunyah,
menelan. Hingga suapan itu berhenti.
“Habis. Ohya, tolong ambilkan jatah kolakku.”
“Ini. Tinggal satu rantang. Buatmu saja, Max. Kau sudah lama
tidak makan kolak pisang kan?”
“Kamu sudah makan?”
“Aku makan jagung rebus saja.”
“Ya sudah. Aku juga makan jagung saja. Simpan kolak ini. Kita kasihkan dia lagi
besok.”
Dua manusia itu masih terus bicara. Beberapa kali aku mendengar
kata kolak pisang. Dan sesekali, mereka mengelus kepalaku.
“Gajah mati tak lagi
meninggalkan gading. Harimau mati tak lagi meninggalkan belang. Mereka telah
memasuki rimba kita. Yang berlaku adalah hukum kita. Jangan biarkan manusia
meninggalkan hutan ini dengan membawa namanya. Cakar wajahnya. Robek perutnya!”
Suara-suara di rapat rimba itu kembali memenuhi kepalaku. Aku menatap dua manusia di depanku. Wajahnya
kusimpan baik-baik dalam ingatan. Selama
ini, kami hanya bertemu pemburu. Pembunuh kawan-kawan kami, lalu
membawanya pergi. Tapi, hari ini aku mendapatkan satu hal. Tidak semua manusia
itu sama.
“Kau benar-benar tak mau mencicipi kolak pisangnya, Max?”
“Tidak Jenny. Beruang malang ini masih butuh banyak makan
untuk memulihkan tenaganya.”
Aku memejamkan mata sambil berkata dalam hati. Mungkin, dua
manusia ini bernama kolak pisang. Hangat, manis. Seperti perhatian dan makanan
yang tadi mereka berikan kepadaku.[]
300 kata. Diikutkan BeraniCerita #21
kan? lagi-lagi idenya out of the box! :)
BalasHapussukaaaaaa
Ohoho ini disambungin aja sama yang kaset, trus niatnya kemarin mo bikin tulisan tentang tema hewan itu, jadi dicampur sekalian. :)
HapusMakasih sudah mampir :)
Wah! Da different theme nih! Kolak pisang dalam artian yg laen! Bagus! Tapi gmn bikin reader bener2 paham dan gak bingung ... :-)
BalasHapus:)
HapusYang cerita beruang, dikasih makan kolak pisang. Max mengalah nggak makan kolak pisangnya, demi beruang itu. Tapi karena beruang nggak ngerti bahasa manusia, kata 'kolak pisang' yang berkali-kali didengar justru dikira nama si manusia yang menolongnya :)
Makasih ya sudah mampir :)
ini FF fabel jadinya ya mbak? Siipp :D
BalasHapusehehe...iya Mbak, dari sudut pandang binatang :)
HapusMakasih sudah baca :)
Baguuuus...sempet bingung awalnya
BalasHapusBut nice :)
Makasih Mbak Esti sudah baca :)
HapusJenny n Max harus seratus kali bw kolak pisang biar beruang tahu xixixi...
BalasHapusahahaha...iya ya..:D
Hapusbagus mbak brina.tapi...itu kan.mirip pengantarnya.sedih. :'(
BalasHapusHoho, iya maaaf :(
Hapusini binatang kq jdi romantis.. :)
BalasHapusromantis krn kolak sbgi pnghubung antara beruang dan manusia :)
Iya ya Mbak. hihi, makasih sudah mampir :)
Hapus