Senin, 22 Juli 2013

[BeraniCerita] #21 Aku Menyebut Mereka Kolak Pisang



Cakar wajahnya! Robek perutnya!”

Suara itu memenuhi kepalaku. Tapi tenagaku habis setelah susah payah berlari dengan rasa panas dan perih menjalari punggungku. Aku hanya mencakar sedikit pipinya, saat dia berhasil menyentuhku, lalu membawaku pergi.

“Apa yang terjadi, Max?”

“Punggungnya tertembak, tapi berhasil lari. Aku sudah membersihkan lukanya. Ada makanan?”

Aku berusaha membuka mataku yang berat. Sesuatu menetes di mulutku. Hangat. Manis. Harum.  Aku mengecapnya. Dan setiap kali kutelan, aku mendapati suapan berikutnya.

“Dimana kau temukan?”

“Hutan sebelah barat.”

“Bukankah di masa pemerintahanmu undang-undang itu sudah disahkan dan disosialisasikan?”

“Yach…”

“Pipimu berdarah?”

“Dia sempat mencakarku.”

Telingaku menangkap suara-suara dengan bahasa yang tak bisa kupahami.  Tapi aku terus mengunyah, menelan. Hingga suapan itu berhenti.

“Habis. Ohya, tolong ambilkan jatah kolakku.”

“Ini. Tinggal satu rantang. Buatmu saja, Max. Kau sudah lama tidak makan kolak pisang kan?”

“Kamu sudah makan?”

“Aku makan jagung rebus saja.”

“Ya sudah. Aku juga makan jagung saja. Simpan  kolak ini. Kita kasihkan dia lagi besok.”

Dua manusia itu masih terus bicara. Beberapa kali aku mendengar kata kolak pisang. Dan sesekali, mereka  mengelus kepalaku.

“Gajah mati tak lagi meninggalkan gading. Harimau mati tak lagi meninggalkan belang. Mereka telah memasuki rimba kita. Yang berlaku adalah hukum kita. Jangan biarkan manusia meninggalkan hutan ini dengan membawa namanya. Cakar wajahnya. Robek perutnya!”

Suara-suara di rapat rimba itu kembali memenuhi kepalaku.  Aku menatap dua manusia di depanku. Wajahnya kusimpan baik-baik dalam ingatan.  Selama ini, kami hanya bertemu pemburu. Pembunuh kawan-kawan kami, lalu membawanya pergi. Tapi, hari ini aku mendapatkan satu hal. Tidak semua manusia itu sama.

“Kau benar-benar tak mau mencicipi kolak pisangnya, Max?”

“Tidak Jenny. Beruang malang ini masih butuh banyak makan untuk memulihkan tenaganya.” 

Aku memejamkan mata sambil berkata dalam hati. Mungkin, dua manusia ini bernama kolak pisang. Hangat, manis. Seperti perhatian dan makanan yang tadi mereka berikan kepadaku.[]



300 kata. Diikutkan BeraniCerita #21




14 komentar:

  1. kan? lagi-lagi idenya out of the box! :)
    sukaaaaaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ohoho ini disambungin aja sama yang kaset, trus niatnya kemarin mo bikin tulisan tentang tema hewan itu, jadi dicampur sekalian. :)
      Makasih sudah mampir :)

      Hapus
  2. Wah! Da different theme nih! Kolak pisang dalam artian yg laen! Bagus! Tapi gmn bikin reader bener2 paham dan gak bingung ... :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. :)
      Yang cerita beruang, dikasih makan kolak pisang. Max mengalah nggak makan kolak pisangnya, demi beruang itu. Tapi karena beruang nggak ngerti bahasa manusia, kata 'kolak pisang' yang berkali-kali didengar justru dikira nama si manusia yang menolongnya :)
      Makasih ya sudah mampir :)

      Hapus
  3. ini FF fabel jadinya ya mbak? Siipp :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. ehehe...iya Mbak, dari sudut pandang binatang :)
      Makasih sudah baca :)

      Hapus
  4. Baguuuus...sempet bingung awalnya
    But nice :)

    BalasHapus
  5. Jenny n Max harus seratus kali bw kolak pisang biar beruang tahu xixixi...

    BalasHapus
  6. bagus mbak brina.tapi...itu kan.mirip pengantarnya.sedih. :'(

    BalasHapus
  7. ini binatang kq jdi romantis.. :)
    romantis krn kolak sbgi pnghubung antara beruang dan manusia :)

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...