Saya masih
ingat, novel pertama yang saya miliki adalah novel islami yang berkisah tentang
seorang mahasiswa baru dengan segala pernik-perniknya. Novel itu saya lihat
iklannya di majalah Annida. Novel itu pula yang akhirnya mendampingi saya
ketika melangkah dari seragam putih abu-abu ke pakaian bebas tapi sopan.
Pada perjalanannya,
sedikit demi sedikit koleksi novel-novel islami saya semakin bertambah. Temanya
beragam, mulai dari perjuangan, persahabatan dan romance.
Saya tidak
pernah menyesal setiap kali membeli novel dan membacanya. Meski pada beberapa
endingnya bisa ditebak. Namun di lembaran-lembarannya selalu ada perenungan,
oase, yang tertinggal dan mengendap lama di hati saya. Sebagian justru menjadi
penguat dan petunjuk dalam memutuskan masalah yang saya hadapi. Ya, bisa
dibilang, fiksi islami adalah sahabat yang mendampingin masa remaja saya.
Bahkan dalam beberapa kisah bisa saya ambil pelajarannya ketika saya sudah
berstatus sebagai ibu rumah tangga.
Beberapa
waktu lalu ketika saya ke toko buku, rasanya senang sekali melihat novel-novel
sejenis berderet-deret di rak buku. Tentu saja, yang paling membahagiakan adalah
karena sebagian penulisnya adalah sahabat-sahabat saya.
Salah
satunya adalah Syurga Terlarang karya Leyla Hana. Nama itu, yang dulu dalam
karyanya sering memakai nama aslinya Leyla Imtichanah adalah salah satu nama
yang akrab dalam ingatan saya. Tulisan-tulisannya selalu mengena di hati. Tidak
pernah menyangka jika akhirnya media sosial menjadi perantara kedekatan kami.
Ngomong-ngomong
tentang Syurga Terlarang, novel itu seperti membawa saya menyusuri jalan kenangan. Bagaimana perasaan saat
awal-awal menjadi mahasiswa baru. Ketika bingung mengikuti kegiatan apa di
kamus, hingga memutuskan ikut ini dan itu. Dan juga bisik-bisik beberapa teman
yang terkena virus merah jambu.
Syurga
Terlarang bercerita tentang Nazma Safira yang mengenal Ahmad Faisal di kegiatan kerohanian Islam di kampusnya. Di matanya, Faisal adalah sosok yang cerdas. Ia jatuh simpati kepada lelaki itu. Perasaan
simpati itu menjadi cinta saat hubungan keduanya semakin dekat. Awalnya, pembicaraan mereka
hanya berkisar pada kegiatan yang mereka ikuti, lama-lama menjadi curhat
pribadi. Kedekatan keduanya membuat teman-teman mereka di kerohanian Islam
gerah. Nazma dan Faisal disidang! Mereka ditantang untuk meresmikan hubungan itu dalam
pernikahan. Nazma merasa belum siap karena masih duduk di semester lima, Faisal pun demikian. Akhirnya, mereka
diharuskan untuk menjaga jarak.
Apa
yang terjadi selanjutnya? Ohoho, silakan saja menebak-nebak. Bahkan sambil
membaca saya juga sibuk menebak-nebak, pasti begini, pasti begitu. Dan…ternyata,
saya salah! Mbak Leyla dengan piawai membawa pembaca pada liku-liku kisah yang
sama sekali tak terduga.
Siapa
sangka, jika di kemudian hari Nazma justru dilamar oleh kakaknya Faizal? Apakah
Nazma menerima? Lalu apa yang dilakukan Faisal mengetahui hal tersebut. Di
sinilah, perasaan pembaca semakin teraduk-aduk.
Pada
akhirnya, semua memang kembali pada selera. Namun bagi saya, ini adalah novel
yang inspiratif. Bacaan aman dan sehat bukan saja untuk remaja, namun juga yang sudah bukan remaja. Lewat tokoh-tokohnya
pembaca bisa berkaca, bagaimana mengatasi gejolak hati pada saat yang belum tepat,
bagaimana mengendalikan perasaan di saat yang benar-benar tidak tepat.
Bagaimana menjadi istri, menjadi menantu, menjadi ipar, bahkan menjadi mertua.
Seperti
gerimis yang jatuh di tanah gersang retak-retak, itulah gambaran novel ini.
Menyejukkan. Kepiawaian Mbak Leyla dalam menjalin cerita, membuat novel ini
tersaji manis dan terhindar dari jebakan klise.
Senang sekali bisa membaca novel
ini, apalagi mendapat kabar kalau novel ini selain beredar di Indonesia juga
dipasarkan di Malaysia. Keren deh.
Tetaplah
menulis Mbak Leyla! Remaja-remaja kita butuh bacaan yang tidak hanya sebagai
hiburan namun juga mencerahkan. Semoga kalimat-kalimat yang kau rangkai dalam
setiap karyamu, menjadi amal yang terus mengalirkan kebaikan. Aamiin.
Eh, ada cuplikannya di sini.
Haduh, mba, makasih banget lho udah nulis ini :')
BalasHapusAaamiin... semoga doanya menyata.
Aamiin.
HapusSama-sama Mbak Ley. Emang dari setelah baca udah niat bikin catatannya :)
Semangat ya mbak Leyla Hana dan jg Mbak Shabrina
BalasHapusSuwun Widi, udha mampir :)
BalasHapussalam kenal mbak Shabrina :)
BalasHapusbuku ini langsung saya bookmark ah, harus segera dibaca :)
Salam kenal Mom, :) monggo silakan :)
Hapus