Kalau
dalam menulis VIAJEN alias Always Be in Your Heart saya berburu buku
TIMOR_TIMOR Satu Menit Terakhir, karya Rhein Kuntari. Maka ini adalah buku yang
mendampingi penulisan novel BETANG: Cinta yang Tumbuh dalam Diam. Maneser
Panatau Tatu Hiang, termasuk buku langka. Belinya setelah nyari-nyari di
internet, dan sms pada yang bersangkutan. Agak khawatir kalau kena tipus juga
sih. Alhamdulillah ternyata beneran.
Maneser
Panatau Tatu Hiang artinya menyelami kekayaan leluhur, adalah buku yang disunting
berdasarkan buku Kalimantan Memanggil, Kalimantan Membangun, dan dilengkapi catatan-catatan
harian, kumpulan naskah dan dokumen-dokumen. Tjilik Riwut, pahlawan nasional
dari Kalimantan Tengah. Beliau dengan bangga selalu menyatakan dirinya sebagai
orang hutan karena lahir dan dibesarkan di belantara Kalimantan. Sebagai
pecinta alam sejati dan sangat menjunjung tinggi budaya leluhurnya, ketika
masih belia, ia telah tiga kali menglilingi Pulau Kalimantan hanya dengan
berjalan kaki, naik perahu dan rakit.
Tjilik
Riwut adalah salah satu putra Dayak yang menjadi anggota KNIP. Perjalanan dan
perjuangannya kemudian melampaui batas-batas kesukuan.
Kenapa
saya merasa perlu membeli buku ini, karena setting yang saya pakai adalah
Kalimantan tengah, di rumah Betang, rumah adat Kalimantan yang beberapa
istilahnya tidak saya temukan di internet.
Memang
tak banyak yang saya ambil dari buku ini, namun membacanya serasa menjadi si
tokoh yang lahir dan besar di tanah Borneo. Apalagi buku ini juga dilengkapi foto-foto.
Novel
Betang sendiri adalah novel yang bercerita tentang kisah hidup Danum. Seorang
atlet Dayung yang dihadapkan dengan berbagai pilihan.
Selain
buku Maneser Penatau Tatu Hiang dan buku Kalimantan Membangun. Saya juga SKSD
dengan atlet Dayung nasional peraih emas Sea Games dan datang langsung ke rumah
Betang di TMII, melakukan gerakan-gerakan yang dilakukan tokoh.
Dan
inilah penampakan dan synopsis dari BETANG: Cinta yang Tumbuh dalam Diam. Ohya
harganya 29.800, di beberapa toko buku diskon 15%.
“Tak masalah duduk di haluan atau
buritan,
asal kau tetap
menggerakkan dayungmu!”
***
Danum lahir dan besar di rumah
Betang (rumah adat Kalimantan). Dia jatuh cinta pada dayung sejak pertama kali
memilikinya. Bersama Dehen sahabatnya, mereka menyusuri sungai-sungai, beradu
kecepatan.
“Atlet nasional! Keliling dunia!
Dan mengibarkan merah putih di negeri orang!” keinginan Dehen menular padanya.
Tapi, semua tak semudah yang dia
bayangkan. Ketika Dehen telah sampai di Pelatnas, Danum harus menerima
kenyataan berkali-kali gagal di tingkat daerah.
Hingga ketika kesempatan itu
datang, waktu justru mempertemukannya dengan berbagai pilihan.
Tetap tinggal demi orang yang
dicintainya, atau pergi demi cita-citanya?
Memelihara benci pada sosok yang telah
meninggalkannya, atau memaafkan dan
mengambil ladang syurga?
Menyimpan rapat perasaan yang telah
mengendap di hatinya atau melihat sahabatnya terluka?
Dia penah berkali-kali gagal. Dia
pernah berkali-kali kehilangan. Pada
akhirnya waktu memberinya pelajaran, bahwa hidup sempurna bukan berarti semua
berjalan sesuai keinginannya.[]
keren kayaknya bukunya mbak....
BalasHapusbanyak unsur2 adatnya ya???
:D