Prolog
LON
Langit
berselimut gumpalan awan kelabu. Udara dingin seakan menembus kulitku hingga menusuk
ke dalam tulang. Daun-daun masih basah, bergoyang ditiup angin. Kuhirup aroma
sisa hujan semalam sambil menatap sosoknya.
Seperti kemarin-kemarin,
setiap kali hujan datang dia selalu duduk di sini, di atas batu, menghadap ke
sungai Talau yang membentang lebar membelah kampung. Memeluk erat kakinya
dengan dagu bertopang di lutut. Matanya yang sesekali berkedip tak lepas dari
air kecoklatan yang mengalir deras, sementara bibirnya hanya terkatup rapat.
Dia selalu
seperti itu setiap kali hujan tiba, berdiam lama dalam posisi yang sama, tak
bergerak sedikitpun. Kadang aku memandanginya lekat-lekat, memastikan kalau dia
tidak berubah menjadi patung. Dan aku akan merasa lega karena masih bisa
melihat gerakan punggungnya yang samar naik turun. Meski aku tak terlalu suka
berdiam lama dalam udara yang dingin, namun tidak ada keinginanku sedikitpun
untuk meninggalkannya.
Sejak hari itu,
hari di mana terakhir kali aku melihat Royo, hari di mana kami beriringan
menempuh perjalanan panjang ke arah matahari tenggelam, aku bisa merasakan ada
kesedihan yang terpancar dari matanya.
Aku masih ingat,
sepanjang jalan itu dia terus mengusap pipinya yang basah. Bibirnya gemetar dan
menggumamkan kata yang tak kumengerti. Selama berhari-hari aku tak pernah
melihat senyumnya, bahkan dia menjadi jarang bersuara. Rambutnya pun dibiarkan
berantakan dan sebagian menutupi wajahnya.
Setelah beberapa
musim berganti dan kami tak pernah berjalan ke timur lagi, aku baru menyadari
bahwa banyak hal telah berubah. Tak ada aroma bunga kopi yang berjatuhan, dan
tak ada aroma Royo yang kurindukan. Lalu sejak itu aku tahu, naluriku semakin
kuat, meyakini bahwa apa pun
yang terjadi, aku berjanji pada diriku, akan terus di sampingnya dan mengikuti
kemana pun dia pergi.
Maka, jika kau
bertanya padaku apa yang kuinginkan di dunia ini. Aku akan menjawab, pertama
aku ingin selalu melihatnya tersenyum, dan yang kedua aku ingin kembali bertemu
dengan Juanito dan Royo.
Namun apa kau
yakin, esok matahari masih terbit lagi setelah tenggelam senja ini? Ataukah aliran sungai Talau tetep mengalir ke arah yang sama?
Ya,
inilah aku, seekor anjing tua yang menyimpan cerita tentang Marsela. Dia telah
memberiku banyak hal. Dan mengakui bahwa aku ada dalam hidupnya, bagiku itu
sesuatu yang luar biasa. Mungkin tak banyak anjing yang seberuntung diriku. Maka,
ketika aku tak bisa memberi lebih dari yang ia berikan, aku hanya bisa memberi
kesetiaan. Aku telah berjanji pada diriku sendiri, akan terus mengikuti kemana
pun ia pergi, hingga kakiku tak sanggup melangkah lagi
saluuut, sudah nulis buku byk bgt...
BalasHapus^_^
gimana caranya?
Masih dengan cara sederhana, baca. nulis. baca. nulis.
HapusMakasih sudah mampir. :)
Novel baru lagi mbak?? Saluuut sama ibu RT yang satu ini. Moga laris manis mbak...
BalasHapusHai Mbak, sudah setahun ini :)
Hapus