Ketika melihat buku ini di toko buku, saya mengambilnya karena
menangkap tulisan, ‘Kumpulan Cerita'. Kemudian membaca kata “Rashomon’
lalu membalik ke sampul belakang. Ada profil penulisnya di sana,
Akutagawa Ryunosuke, lahir di Tokyo 1 Maret 1892, cerpenis terbaik
Jepang. Namanya diabadikan sebagai penghargaan sastra paling bergengsi
di Jepang untuk penulis baru, Akutagawa Prize.
Beberapa tahun
lalu, saya membaca karya penulis Jepang, Banana Yashimoto yang judulnya
‘Kitchen’. Buku dengan sampul putih bergambar panci merah. Manis sekali
penampilannya. Menurut saya, Kitchen adalah sebuah kisah dengan jalinan
tokoh yang kuat dan deskripsi yang keren.
Lalu Rashomon?
Ada tujuh cerpen dalam buku ini. Rashomon, Di Dalam Belukar, Kappa, Bubur Ubi, Benang Laba-Laba, Si Putih dan Hidung.
Saya tidak membacanya berurutan. Inilah yang saya sukai dari kumpulan cerpen. Bisa membaca dari mana saja.
Saya tidak membacanya berurutan. Inilah yang saya sukai dari kumpulan cerpen. Bisa membaca dari mana saja.
Saya membaca dari Hidung. Begini cuplikan:
---
---
Semua orang di Ikeno O (suatu kampung di pinggir kota Tokyo) tidak ada yang tidak tahu, tentang hidung pendeta Naigu. Penajangnya sekitar 16 sentimeter, menjuntai dari bibir atas hingga ke bawah dagunya. Baik ujung maupun pangkalnya berbentuk sama besar. Pendek kata seperti sosis yang bergayut dari pertengahn wajahnya.
---
Selesai membaca ‘Hidung’, saya membaca tiga halaman terakhir tentang Akutagawa Ryunosuke. Akutagawa dijuluki “ahli mozaik” yang jenius. Isi karyanya umumnya mengenai masalah emosi serta psikologi manusia, hewan, setan, dewa, sampai makhluk-makhluk aneh. Ia sangat menyukai hal-hal yang bersifat aneh, kasar, buruk, dan berbau kegilaan.
Selesai membaca ‘Hidung’, saya membaca tiga halaman terakhir tentang Akutagawa Ryunosuke. Akutagawa dijuluki “ahli mozaik” yang jenius. Isi karyanya umumnya mengenai masalah emosi serta psikologi manusia, hewan, setan, dewa, sampai makhluk-makhluk aneh. Ia sangat menyukai hal-hal yang bersifat aneh, kasar, buruk, dan berbau kegilaan.
Di biografi
singkat itu juga dikatakan kalau sejak kecil Akutagawa memiliki masalah
psikologis berupa ketakutan akan menjadi gila seperti ibunya. Ia tumbuh
dewasa dengan memendam masalah batin sehingga sangat sensitive dan
pendiam.
Ia mengalami delusi dan halusinasi. Ia mengalami dejavu
dan menderita sakit kepala yang luar biasa. Hal itu mengguncang
jiwanya, sebab ia sepenuhnya sadar bahwa ia telah menjadi gila. Di usia
ke 35 tahun, Akutagawa yang kelelahan mental dan fisik akhirnya bunuh
diri.
Hmmm… frown emotikon
Ohya, dari beberapa cerpen di buku ini, Rashomon memang pantas menjadi
judul. Cerpen yang menyuguhkan kisah, dan membuat tertegun lama setelah
membacanya. Ada juga Si Putih, ini favorit saya. Berkisah tentang seekor
anjing Shiro berwarna putih yang berubah menjadi hitam legam karena
mengabaikan temannya yang minta tolong.
Di Dalam Belukar, merupakan cerpen yang menyisakan pertanyaan, “jadi siapa?” setelah membacanya.
Sementara Kappa, berkisah tentang seorang pasien di rumah sakit jiwa. Agak pusing bacanya yang Kappa.
Sementara Kappa, berkisah tentang seorang pasien di rumah sakit jiwa. Agak pusing bacanya yang Kappa.
Setelah membaca kumpulan cerpen ini, saya jadi ingat pesan Pak Joni Ariadinata di Annida dulu. “Cerita pendek selalu bisa mencatat
hal-hal yang kadang kala jauh berada di luar main stream pemikiran
biasa. Ia bisa menukik –kadang tak terduga—dan menggedor atau menentang
teori-teori yang berkembang dalam membedah sebuah kasus."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar