Mencoba hal baru,
menantang diri untuk keluar dari zona nyaman itu bagus
tapi tanpa pengetahuan, ibarat
terbang tanpa sayap,
atau berjalan dengan mata tertutup
kau bisa terhempas, jatuh dan
luka
Frans Laarmans, kerani di General Marine and Shipbuilding
Company, berpikir untuk mengubah kehidupannya, setelah pertemuan dengan
Mijnheer Van Schoonbeke.
Pergilah Laarmans ke Amsterdam,
bertemu dengan Mijnheer Hornstra, seorang bos keju.
Laarmans yang sama sekali tak
punya pengalaman dalam berdagang, tak mampu menjawab ketika Hornstra bertanya berapa ton kemampuan omzetnya.
“Tidak ada salahnya mulai dari
yang kecil,” kata Hornstra. “Minggu depan kami kirimkan 20 ton keju edam tua
dalam kemasan paten…”(halaman 42).
Kiriman percobaan dari Hornstra
itu berisi 10.000 bola keju, masing-masing seberat 2 kilo!
Dan, dari sinilah menit-menit
Laarmans tentang keju dimulai. Impian keju. Dunia keju. Angan-angan keju. Bola
keju. Aroma keju. Menara keju. Cobaan keju. Hingga, luka keju.
OMG! Laarmans! Barangkali dari
sekian novel yang pernah saya baca, lelaki itulah yang membuat saya gemas. Seorang
tokoh yang pencemas, suka menggerundel, susah mengatakan tidak, terlalu detail pada
pada hal-hal yang sepele hingga lupa sesuatu yang besar dan kadang terlalu
optimis yang justru menggiringkan pada kesulitan.
Jika ada ide kecil yang menjadi
karya besar, maka Kaas-lah salah satunya. Willem Elsschot menyatukan tokoh
Laarmans dan keju dengan ‘sempurna’.
Penokohan
yang kuat + keju = kisah yang luar biasa
Menurut saya, ini karya yang
sarat pesan, dan renungan. Mmm…tentu saja bukan karya yang membutuhkan dahi
berkerut untuk memahaminya. Karena apa yang ada di dalamnya seperti sesuatu
yang ada di sekeliling kita. Atau bahkan itu kita sendiri? Lewat tokoh
Laarmans, Elsschot membawa pembaca larut, dan ikut merasakan emosi dari kisah ini.
Novel ini dibuka dengan halaman
yang mengenalkan tokoh-tokohnya (baru kali ini nemu novel dewasa ada pengenalan
tokoh, asyik juga ternyata) lalu unsur-unsur (yang saat awal membaca saya bertanya-tanya;
ini apa sih?) hahaha. Dan, barulah sampai ke cerita. Bab 1 dan 2, bercerita
tentang Laarmans dan keluarganya, terutama ibunya.
Kaas adalah salah satu novel
yang tidak menyajikan konflik tajam. Alurnya sederhana tapi memikat. Ini, bisa
menjadi contoh belajar bagi yang merasa lemah dalam hal konflik.
Menurut saya,
karya yang sempurna tidak berarti harus kuat di semua unsurnya. Tapi ada sesuatu
yang melekat kuat di kepala pembaca bahkan setelah menutupnya.
Selain dibuka dengan pengenalan
tokoh, keunikan lain dari novel ini adalah, ada catatan pengarang setelah
ending. Nah, catatan inilah yang justru membuat berpikir.
Siapapun yang tidak mengabaikan penutup, dengan sendirinya akan terhindar dari yang bertele-tele, sebab dia akan selalu mempertanyakan apakah setiap detail berguna dalam pencapaian tujuan. Maka, dia segera mafhum bahwa setiap halaman, setiap kalimat, setiap kata, setiap titik, setiap koma akan mendekatkannya atau menjauhkanannya dari tujuan. Karena seni tak pernah netral. Apa yang tak perlu akan dihilangkan dan bila satu tokoh telah mencukupi, sejumlah tokoh pasti sia-sia. (halaman 172)
Tentang pengarang:
Willem Elsschot adalah nama
saraman Alfons de Ridder (1882-1960). Lahir di Antwerpen, Belgia. Dia pernah
melakoni bberpaa pekerjaan sebelum mendirikan biro iklan. Tapi, diam-diam dia
juga menulis.
Karyanya yang paling terkenal
diantaranya Lijmen (1924), Kaas (1933), Tsjip (1934), dan Het Been
(1938). Tema utama yang sering diambilnya adalah bisnis dan kehidupan keluarga.
Gaya menulisnya memiliki ciri deskripsi mendetail dan sedikit sinisme.
Judul: Kaas
Penulis: Willem Elsschot
Alih bahasa: Jugiarie Soegiarto
Alih bahasa: Jugiarie Soegiarto
Tebal: 176 halaman: 11 cm
Penerbit: Gramedia Pustaka
Utama
Tahun: 2010
buku yang sangat rekomendasi sekali ya tentang keju :)
BalasHapusIyaaa, baguus :)
Hapus