Jumat, 27 Maret 2015

KAAS: sepotong keju yang menjadi karya luar biasa



 Mencoba hal baru,
menantang diri untuk keluar dari zona nyaman itu bagus
tapi tanpa pengetahuan, ibarat  
terbang tanpa sayap, 
atau berjalan dengan mata tertutup
kau bisa terhempas, jatuh dan
luka

Frans Laarmans,  kerani di General Marine and Shipbuilding Company, berpikir untuk mengubah kehidupannya, setelah pertemuan dengan Mijnheer Van Schoonbeke. 

Pergilah Laarmans ke Amsterdam, bertemu dengan Mijnheer Hornstra, seorang bos keju. 

Laarmans yang sama sekali tak punya pengalaman dalam berdagang, tak mampu menjawab  ketika Hornstra bertanya berapa ton kemampuan omzetnya.
“Tidak ada salahnya mulai dari yang kecil,” kata Hornstra. “Minggu depan kami kirimkan 20 ton keju edam tua dalam kemasan paten…”(halaman 42).

Kiriman percobaan dari Hornstra itu berisi 10.000 bola keju, masing-masing seberat 2 kilo!

Dan, dari sinilah menit-menit Laarmans tentang keju dimulai. Impian keju. Dunia keju. Angan-angan keju. Bola keju. Aroma keju. Menara keju. Cobaan keju. Hingga, luka keju.

OMG! Laarmans! Barangkali dari sekian novel yang pernah saya baca, lelaki itulah yang membuat saya gemas. Seorang tokoh yang pencemas, suka menggerundel, susah mengatakan tidak, terlalu detail pada pada hal-hal yang sepele hingga lupa sesuatu yang besar dan kadang terlalu optimis yang justru menggiringkan pada kesulitan.

Jika ada ide kecil yang menjadi karya besar, maka Kaas-lah salah satunya. Willem Elsschot menyatukan tokoh Laarmans dan keju dengan ‘sempurna’. 

Penokohan yang kuat + keju = kisah yang luar biasa

Menurut saya, ini karya yang sarat pesan, dan renungan. Mmm…tentu saja bukan karya yang membutuhkan dahi berkerut untuk memahaminya. Karena apa yang ada di dalamnya seperti sesuatu yang ada di sekeliling kita. Atau bahkan itu kita sendiri? Lewat tokoh 
Laarmans, Elsschot membawa pembaca larut, dan ikut merasakan emosi dari kisah ini.

Novel ini dibuka dengan halaman yang mengenalkan tokoh-tokohnya (baru kali ini nemu novel dewasa ada pengenalan tokoh, asyik juga ternyata) lalu unsur-unsur (yang saat awal membaca saya bertanya-tanya; ini apa sih?) hahaha. Dan, barulah sampai ke cerita. Bab 1 dan 2, bercerita tentang Laarmans dan keluarganya, terutama ibunya.

Kaas adalah salah satu novel yang tidak menyajikan konflik tajam. Alurnya sederhana tapi memikat. Ini, bisa menjadi contoh belajar bagi yang merasa lemah dalam hal konflik. 

Menurut saya, karya yang sempurna tidak berarti harus kuat di semua unsurnya. Tapi ada sesuatu yang melekat kuat di kepala pembaca bahkan setelah menutupnya.

Selain dibuka dengan pengenalan tokoh, keunikan lain dari novel ini adalah, ada catatan pengarang setelah ending. Nah, catatan inilah yang justru membuat berpikir.


Siapapun yang tidak mengabaikan penutup, dengan sendirinya akan terhindar dari yang bertele-tele, sebab dia akan selalu mempertanyakan apakah setiap detail berguna dalam pencapaian tujuan. Maka, dia segera mafhum bahwa setiap halaman, setiap kalimat, setiap kata, setiap titik, setiap koma akan mendekatkannya atau menjauhkanannya dari tujuan. Karena seni tak pernah netral. Apa yang tak perlu akan dihilangkan dan bila satu tokoh telah mencukupi, sejumlah tokoh pasti sia-sia. (halaman 172)

Tentang pengarang:
Willem Elsschot adalah nama saraman Alfons de Ridder (1882-1960). Lahir di Antwerpen, Belgia. Dia pernah melakoni bberpaa pekerjaan sebelum mendirikan biro iklan. Tapi, diam-diam dia juga menulis.
Karyanya yang paling terkenal diantaranya Lijmen (1924), Kaas (1933), Tsjip (1934), dan Het Been (1938). Tema utama yang sering diambilnya adalah bisnis dan kehidupan keluarga. Gaya menulisnya memiliki ciri deskripsi mendetail dan sedikit sinisme.

Judul: Kaas
Penulis: Willem Elsschot
Alih bahasa: Jugiarie Soegiarto
Tebal: 176 halaman: 11 cm
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun: 2010

2 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...