Alhamdulillah.
Segala puji bagi Allah.
Senang
rasanya novel ini bisa terbit. Sekaligus deg-degan (selalu begini sih tiap buku
baru).
Draft
mentah naskah ini muncul pertengahan tahun 2012. Lama sekali memang. Draft
pertama, kedua, ketiga, keempat benar-benar
seperti benang kusut. Susah menyatu dan banyak pertimbangan.
Pertama Setting
Saat
itu saya ingin menulis cerita dengan setting Pacitan. Tapi seperti kata Jacob
Sumardjo, dalam fiksi setting bukan hanya tempat kejadian. Dalam fiksi yang
baik, setting harus benar-benar mutlak untuk menggarap tema.
Nah,
ini agak susah, karena beda dengan beberapa novel saya yang lain, yang kalau
setting dipindah cerita akan berubah. Sauh tidak terlalu kuat terikat tempat.
Akhirnya
saya pilih ruang cerita pantai dan penginapan. Rasanya menyenangkan mempertemukan
tokoh-tokoh itu di sana.
Teleng
Ria tak jauh dari pusat kota. Pantainya berupa teluk membentuk setengah
lingkaran, diapit dua pegunungan kapur yang kokoh. Karena ombaknya yang cocok untuk peselancar
saya tambahkan surfing untuk tokohnya sebagai bumbu dan saya padukan sedikit
dampak lumpur Porong pada tokoh lainnya.
Menulis
dengan setting di mana kita pernah tinggal, rasanya memang seperti mengunjungi
kenangan. Melihat tokoh-tokoh saya lalu lalang pada sudut-sudut yang saya
kenali. Ikut menghidu aroma laut, mendengar suara ombak, mengecap kupat tahu
yang lezat, dan merasai terik matahari kota tepian itu.
Kedua Sudut
Pandang /POV.
Masih
menurut Jacop, POV memang masalah siapa yang bercerita. Tetapi menentukan siapa
yang bercerita itu yang tidak mudah. Karena ini menyangkut masalah seleksi
terhadap kejadian cerita, menyangkut masalah ke mana pembaca akan dibawa.
Menyangkut masalah apa yang harus dilihat pembaca. Menyangkut masalah kesadaran
siapa yang dipaparkan.
Maka,
itu sebabnya begitu lama saya mengutak-atik, memotong bagian ini dan itu, lalu
menjahit kembali, membaca ulang dan merombak lagi. Terus begitu. Bahkan saya
membuang dua bab yang menurut saya bagus dan asyik tapi membuat novel itu tidak
berkembang.
Ketika
naskah sampai di penerbit dan acc, Mbak Dita memberi beberapa catatan yang
membuat saya lega, karena tahu dimana letak lubang-lubang cerita itu. Saya
sangat berterima kasih sekali pada beliau. Juga untuk diskusi hangat tentang
judul, tagline dan pemilihan cover. Sungguh kerjasa yang menyenangkan.
Jadi
begitulah akhirnya novel ini hadir di rak-rak toko buku dan siap menemui
pembaca.
Saya
tidak berani menjanjikan banyak hal. Tetapi, karena ini memang romance, saya
berharap pembaca ikut merasakan kehangatan hati para tokoh-tokohnya. Mereka
yang memperjuangkan cinta dengan caranya sendiri. Mereka yang kemudian bertanya
sejauh mana cinta diperjuangkan?
Selamat
membaca. Selamat berkunjung ke Pacitan, yang meskipun sampai hari ini masih
berbenah pasca bencana itu, tapi pantai selalu menyambut ramah.
Terima
kasih.
Novel yang sangat indah, barokallah Mbak, satu hal yang menggodaku untuk bertanya, mengapa harus SMS-an :D :D
BalasHapushttp://braveandbehave.blogspot.co.id/2018/01/sauh-tentang-cinta-yang-berlabuh.html
Hahaha pesan bisa lewat mana saja kan, sms, wa, inbox fb, email,DM IG...😂
Hapus